Sabtu, 19 Januari 2013

Pegawai Pencatat Nikah adalah Wali Hakim



PEGAWAI PENCATAT NIKAH
 didalam jerat gratifikasi dan pungli


Pegawai Pencatat Nikah disingkat PPN, dalam referensi Islam disebut “Sulthon, Hakim dan  Qady”. Suatu sebutan yang mulia dan bermartabat. Dan memang suatu saat ia menjadi seorang “Wali Hakim” dalam bidang pernikahan yakni menjadi sarana terjadinya akad yang dapat menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan dan bahkan hubungan tersebut menjadi ibadah.

Apakah tidak layak PPN dihargai sebagaimana Hakim?

Isu gratifikasi-pungli yang diarahkan kepada PPN patut menjadi renungan semua pengambil kebijakan, sebab yang dilakukan oleh PPN selama ini tidak keluar dari aturan:

  • Biaya pencatatan nikah Rp. 30.000 (PP. Nomor: 47 Tahun 2004) pada awalnya dibayar sendiri calon pengantin ke kas Negara melalui Bank, namun karena suatu hal dititipkan ke KUA untuk disetor ke Bank.
  • Yang banyak diributkan banyak pihak adalah pelaksanaan PMA No. 11 Tahun 2007 pasal 21:
                   ayat 1 : Akad nikah dilaksanakan di KUA. 
        ayat 2 : Atas permintaan calon pengantin dan atas persetujuan PPN, akad   nikah dapat dilaksanakan di luar KUA.

Pemberian sesuatu kepada PPN setelah akad nikah, masuk dalam katagori gratifikasi, walaupun “PPN melaksanakan sesuatu kewajiban yang bukan tugas dan kewajibannya karena dimintai tolong wali nikah, seperti baca khutbah nikah, mewakili menikahkan, membaca doa, memberi nasihat”.

Hal inilah yang “oleh banyak orang” tidak tahu atau tidak mau tahu.

Padahal tugas dan kewajiban PPN menurut Perpu yang berlaku adalah “mengawasi dan mencatat nikah yang dilakukan menurut agama Islam. Kalau dihitung ada 450 point pencatatan untuk satu peristiwa nikah.

Apapun argumen dan penjelasan yang coba disampaikan oleh para PPN itu dianggap salah,
mohon kepada para pengambil kebijakan agar PPN dan Penghulu dapat dihargai sebagaimana Hakim ( sulthon, Qadiy dalam referensi Islam).


Satu Kecamatan rata-rata hanya terdiri satu PPN dan satu Penghulu, bahkan ada yang tidak punya Penghulu.

Semoga langkah para pengambil kebijakan dapat menyelamatkan PPN dan Penghulu dari jeratan gratifikasi yang menghinakan, dan mengangkat PPN dan Penghulu ke tempat terhormat dan bermartabat.

Diposkan oleh Mamat.
 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar